Ilmu pemuliaan (Ing. breeding science) merupakan
penerapan biologi, terutama genetika, dalam bidang peternakan untuk memperbaiki produksi atau
kualitas. Ilmu ini relatif baru dan lahir sebagai implikasi berkembangnya
pemahaman manusia atas asas-asas pewarisan sifat secara genetik. Secara umum,
ilmu ini berusaha menjelaskan dan menerapkan prinsip-prinsip genetika (dengan
bantuan cabang-cabang biologi lain) dalam kegiatan pemuliaan. Dalam
prakteknya pemulian ternak menerapkan ilmu genetika, statistika dan biometrika
serta reproduksi ternak, dengan tujuan untuk memperbaiki mutu genetik ternak,
sehingga dapat meningkatkan produksi atau memberikan nilai tamba dalam
pelaksanaannya.
Genetika berkembang baik sebagai ilmu murni maupun ilmu
terapan. Cabang-cabang ilmu ini terbentuk terutama sebagai akibat pendalaman
terhadap suatu aspek tertentu dari objek kajiannya.
Cabang-cabang murni
genetika :
Cabang-cabang terapan
genetika :
Dari ilmu genetika, terkait dengan aspek
penurunan sifat dari tetua kepada keturunannya. Termasuk dalam hal ini adalah
konsep-konsep hokum Mendel. Statistika dan biometrika berperan dalam pengukuran
keragaman sifat dan penyebarannya, hubungan antara dua sifat atau lebih, serta
analisis untuk pendugaan parameter-parameter genetik. Reproduksi terkait dengan
aspek fertilitas, kebuntungan, jarak beranak dan kelahiran
Berbagai cabang genetika menemukan aspek praktis
dalam ilmu pemuliaan, seperti:
Kegiatan pemuliaan lebih merupakan
kombinasi antara ilmu dan seni
yang telah dilakukan manusia ribuan tahun lalu, misalnya
Kegiatan-kegiatan itu sepenuhnya berdasarkan
pengetahuan, pengalaman dan intuisi, tanpa didasari dengan ilmu.
Ilmu pemuliaan mulai berkembang sejak masa kebangkitan di Eropa (renaisans), dengan mulainya usaha untuk
menggabungkan kubis dengan lobak dalam satu tanaman oleh Köhlreuter di Jerman, meskipun gagal. Bidang hortikultura dan peternakan (termasuk
anjing dan kuda) menjadi obyek eksperimen para pemulia dan mereka mulai
mendokumentasi berbagai hasil persilangan yang dilakukan. Pada masa ini
beberapa prinsip seleksi dan hereditas telah dikenal.
Abad ke-19 menjadi tahap “pematangan” bagi ilmu
pemuliaan, terutama melalui studi-studi dari Karl Pearson di bidang biostatistika, Charles Darwin di bidang biologi eksperimen, J.W.Shull di bidang
pemuliaan terapan, dan Gregor Mendel yang
melahirkan prinsip genetika. Pertentangan sengit yang terjadi di awal abad
ke-20 antara kelompok pro-biostatistika dan pro-Mendel malah menjadi titik awal
dari ilmu pemuliaan karena terbitnya naskah dari Ronald Fisher pada
tahun 1918 yang “mendamaikan” kedua kubu dan meletakkan dasar ilmiah yang kokoh
bagi ilmu ini.
Penerapan ilmu pemuliaan (dan cabang-cabang ilmu
peternakan lainnya) telah mengubah peta peternakan pada abad ke-20 jauh berbeda
dari masa-masa sebelumnya; dari peternakan yang rentan terhadap lingkungan
menjadi peternakan yang lebih terkendali dan bisa dikalkulasi hasilnya. Sebagai
contoh:
- penggunaan varietas hibrida
dengan memanfaatkan gejala heterosis, yang
melipatgandakan hasil tanaman pangan (dikembangkan teknologinya oleh J.W.
Shull)
- revolusi hijau
pada gandum (1950-an) dan diikuti dengan padi, yang berhasil mengembangkan varietas
yang berumur pendek, tanggap terhadap pupuk namun berdaya hasil tinggi
- seleksi berbasis prinsip genetika yang menghasilkan sapi dengan produksi susu atau daging yang meningkat tajam.
- pengembangan galur ayam broiler
yang respons terhadap pakan, tumbuh cepat, dan
efisien.
Ilmu pemuliaan telah diterapkan di semua bidang,
baik tanaman budidaya
serta hortikultura (disebut pemuliaan tanaman), peternakan (disebut pemuliaan ternak),
kehutanan, maupun perikanan. Produk hasil pemuliaan dikenal
sebagai kultivar atau varietas (untuk tanaman), strain, galur,
atau populasi seleksi
(untuk ternak).
Dalam pembangunan peternakan ada empat komponen
yang saling terkait, yaitu manusia (peternak) sebagai subjek yang harus
ditingkatkan kesejahteraannya, ternak sebagai objek yang harus ditingkatkan
produksi dan produktivitasnya, lahan sebagai basis ekologi budidaya dan
pendukung pakan serta teknologi sebagai alat untuk meningkatkan efisiensi
produktivitas usaha peternakan.
Peningkatan produktivitas ternak asli (native)
dapat dilakukan melalui perbaikan lingkungan (mutu pakan dan tatalaksana) serta
program pemuliaan. Peningkatan mutu genetik melalui program pemuliaan dapat
dilakukan dengan perkawinan silang (persilangan) dan program seleksi. Seleksi
dan persilangan merupakan dua metode yang dapat dilakukan dalam perbaikan mutu
genetik untuk meningkatkan produktivitas ternak. Jadi secara sederhana pemuliaan
ternak merupakan kombinasi antara pengaruh faktor genetik, tatalaksana
pemeliharaan dan faktor keberuntungan (good luck).
C. Memahami Peran Genetika
Genetika (dari bahasa Yunani γεννώ, genno,
‘melahirkan’) merupakan cabang biologi yang paling banyak
dipelajari saat ini. Ilmu ini mempelajari berbagai aspek yang menyangkut
pewarisan sifat (hereditas) dan variasi sifat pada organisme maupun suborganisme (seperti virus dan
prion). Istilah ‘Genetika’ diperkenalkan oleh William Bateson
pada satu surat pribadi kepada Adam Chadwick dan ia
menggunakannya pada Konferensi Internasional tentang Genetika yang ke-3 pada
1906.
Bidang kajian genetika dimulai dari ranah
molekular hingga populasi. Secara lebih rinci, genetika berusaha menjelaskan
- material apa saja yang membawa informasi untuk
diwariskan (bahan genetik),
- bagaimana informasi itu diekspresikan (ekspresi genetik),
- bagaimana informasi itu ditransmisikan dari satu
individu ke individu yang lain (pewarisan genetik),
dan
- terjadinya variasi antara satu individu dan individu lain
berdasarkan ketiga hal yang disebutkan sebelumnya.
Meskipun orang biasanya menetapkan genetika
dimulai dengan ditemukannya kembali naskah artikel yang ditulis Gregor Mendel pada tahun 1900, orang sudah
mengenal sejak masa prasejarah
bagaimana melakukan penjinakan (domestikasi) dan
mengembangkan trah-trah murni (pemuliaan) ternak dan tanaman. Orang juga sudah
mengenal efek persilangan dan perkawinan sekerabat
serta membuat sejumlah prosedur dan peraturan mengenai hal tersebut sejak
sebelum genetika berdiri sebagai ilmu yang mandiri.
B. Fenotip / Performans
Fenotip atau sering dikenal dengan performans
merupakan suatu karakteristik (baik struktural, biokimiawi, fisiologis, dan
perilaku) yang dapat diamati dari suatu organisme yang diatur oleh genotip dan lingkungan
serta interaksi keduanya. Pengertian fenotip mencakup berbagai tingkat dalam ekspresi gen dari suatu organisme. Pada tingkat organisme, fenotip
adalah sesuatu yang dapat dilihat/diamati/diukur, sesuatu sifat atau karakter.
Dalam tingkatan ini, contoh fenotip misalnya warna mata, berat badan, atau
ketahanan terhadap suatu penyakit tertentu. Pada tingkat biokimiawi, fenotip
dapat berupa kandungan substansi kimiawi tertentu di dalam tubuh. Sebagai
misal, kadar gula darah atau kandungan protein dalam daging. Pada taraf molekular,
fenotip dapat berupa jumlah RNA yang diproduksi atau
terdeteksinya pita DNA atau RNA pada elektroforesis.
Fenotip ditentukan sebagian oleh genotip individu, sebagian
oleh lingkungan tempat individu itu hidup, waktu, dan pada sejumlah sifat,
interaksi antara genotip dan lingkungan. Waktu biasanya digolongkan sebagai
aspek lingkungan (hidup) pula. Ide ini biasa ditulis sebagai
P = G + E + GE
Keterangan:
P : fenotip,
G : faktor genotip
E : faktor lingkungan
GE : interaksi antara
faktor genotip dan faktor lingkungan
Pengamatan fenotip dapat sederhana (masalnya
warna bulu pada sapi) atau sangat rumit hingga memerlukan alat dan metode
khusus. Namun demikian, karena ekspresi genetik suatu genotip bertahap dari
tingkat molekular hingga tingkat individu, seringkali ditemukan keterkaitan
antara sejumlah fenotip dalam berbagai tingkatan yang berbeda-beda.
Fenotip, khususnya yang bersifat kuantitatif
misalnya produksi susu, produksi telur pertambahan berat badan harian dan
sebagainya, seringkali diatur oleh banyak gen. Cabang genetika yang membahas
sifat-sifat dengan tabiat seperti ini dikenal sebagai genetika kuantitatif.
Faktor Genetik
Seperti dikemukakan di atas, faktor genetik ditentukan oleh
susunan gen di dalam kromosom yang dimiliki oleh individu. Jumlah pasangan gen
dalam suatu spesies ternak adalah tetap, seperti yang tercantum di dalam Tabel
1. tetapi susunan gennya antara individu yang satu dengan yang lainnya berbeda.
Dalam sel yang terdapat di dalam tubuh hewan, kromosom selalu terdapat secara
berpasangan. Keadaan yang seperti ini disebut kromosom yang diploid.
Berbeda dengan kromosom yang ada sel tubuh, kromosom yang
terdapat pada sel telur dan spermatozoa tidak berpasangan. Keadaan yang semacam
ini disebut kromosom yang haploid. Kromosom semacam ini tercipta karena
pada saat terjadinya proses spermatogeneisi maupun oogenesis telah terjadi
pembelahan reduksi sehingga kromosom yang keadaannya berpasangan atau diploid,
menjadi haploid.
Bahan Kuliah Pemuliaan Ternak: Pengantar kuliah